Jumat, 27 September 2013

ARTIKEL PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN

ARTIKEL PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN

PENDAHULUAN
            Pendidikan mempunyai tanggung jawab besar untuk menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan. Pembangunan selalu berkaitan erat dengan perkembangan jaman serta selalu memunculkan persoalan baru yang tidak pernah dipikirkan sebelumnya namun harus tetap disikapi dengan bijak dan elegan. Bangsa ini sudah hampir terlambat untuk berubah terutama untuk merubah mutu pendidikan yang kian hari kian terpuruk. Setiap lembaga pendidikan memiliki tanggung jawab yang besar karena proses dan hasil pendidikan yang telah dicapainya. Berbicara mengenai mutu, maka mutu pendidikan akan dipersalahkan bila tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Mutu pendidikan merupakan hal tentang dua sisi yang sangat penting yaitu proses dan hasil. Mutu dalam proses pendidikan melibatkan berbagai input seperti; bahan ajar (kognitif, afektif, atau psikomotorik), metodologi (bervariasi sesuai kemampuan guru), sarana dan prasarana lembaga pendidikan, dukungan administrasi, berbagai sumber daya dan upaya penciptaan suasana yang fair dan nyaman untuk belajar. Mutu dalam konteks “hasil pendidikan” mengacu pada prestasi yang dicapai oleh lembaga pendidikan pada setiap kurun waktu tertentu. Tuntutan terhadap lulusan dan layanan lembaga pendidikan yang bermutu semakin mendesak karena semakin ketatnya persaingan dalam lapangan kerja. Salah satu implikasi globalisasi dalam pendidikan yaitu adanya deregulasi yang memungkinkan peluang lembaga pendidikan asing membuka sekolahnya di Indonesia. Oleh karena itu persaingan antar lembaga penyelenggara pendidikan dan pasar kerja akan semakin berat. Mengantisipasi perubahan-perubahan yang begitu cepat serta tantangan yang semakin besar dan kompleks, tiada jalan lain bagi lembaga pendidikan kecuali hanya mengupayakan segala cara untuk meningkatkan daya saing lulusan serta produk-produk akademik dan layanan lainnya, yang antara lain dicapai melalui peningkatan mutu pendidikan.
Upaya peningkatan mutu pendidikan menjadi agenda penting pemerintah (Kemdiknas) beberapa tahun terakhir menyusul hasil penilaian internasional, seperti PISA 2003 (Programme for International Student Assessment) dan TIMSS 2003 (Trends in International Mathematics and Sciences Study), yang menempatkan Indonesia pada posisi buntut dalam hal mutu pendidikan. Lebih dari itu, laporan terkini dari UNDP tentang Indeks Pembangunan Manusia tahun 2006 juga masih menempatkan Indonesia pada ranking ke-108 dari 177 negara, jauh di bawah negara-negara tetangga, seperti Singapura (25), Brunei Darussalam (34), dan Malaysia (61). Berbagai terobosan dan kebijakan penting telah diambil oleh kemdiknas dalam rangka meningkatkan akses pendidikan yang merata dan bermutu sejalan dengan komitmen yang digariskan oleh UNESCO melalui program Education for All (EFA). Sejak tahun 1980-an banyak proyek pendidikan telah dilaksanakan pemerintah, menyusul pula proyek baru yang siap diluncurkan. Di antaranya proyek Pengembangan Kurikulum, Proyek Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS), Proyek Perpustakaan, Proyek Bantuan Meningkatkan Manajemen Mutu (BOMM), Proyek Bantuan lmbal Swadaya (BIS), Proyek Pengadaan Buku Paket, Proyek Peningkatan Mutu Guru, Dana Bantuan Langsung (DBL), Bantuan Operasioanal Sekolah (BOS) dan Bantuan Khusus Murid (BKM).  Pemerintah telah banyak menghabiskan anggaran dana untuk membiayai proyek itu sebagai upaya meningkatkan mutu pendidikan. Tapi, pada kenyataannya, upaya-upaya pemerintah tersebut belum menunjukkan hasil yang menggembirakan.
Dari sinilah ditemukan beberapa permasalahan diantaranya, mengapa upaya perbaikan mutu pendidikan Indonesia selama ini kurang atau tidak berhasil dan upaya apa yang dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan Indonesia. Upaya peningkatan mutu ini menjadi penting dalam rangka menjawab berbagai tantangan terutama globalisasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pergerakan tenaga ahli (ekspatriat) yang sangat masif. Maka persaingan antarbangsa pun berlangsung sengit dan intensif sehingga menuntut lembaga pendidikan untuk mampu melahirkan output pendidikan yang berkualitas, memiliki keahlian dan kompetensi profesional yang siap menghadapi kompetisi global.
PERMASALAHAN

  1. 1.   Mutu
Mutu adalah suatu terminologi subjektif dan relatif yang dapat diartikan dengan berbagai cara dimana setiap definisi bisa didukung oleh argumentasi yang sama baiknya. Secara luas mutu dapat diartikan sebagai agregat karakteristik dari produk atau jasa yang memuaskan kebutuhan konsumen/pelanggan. Karakteristik mutu dapat diukur secara kuantitatif dan kualitatif. Dalam pendidikan, mutu adalah suatu keberhasilan proses dan hasil belajar yang menyenangkan dan memberikan kenikmatan. Pelanggan bisa berupa mereka yang langsung menjadi penerima produk dan jasa tersebut atau mereka yang nantinya akan merasakan manfaat produk atau hasil dan jasa tersebut.
2. Penyebab Tidak Berhasilnya Peningkatan Mutu Pendidikan Indonesia Selama Ini 
Ada dua faktor yang dapat menjelaskan mengapa upaya perbaikan mutu pendidikan selama ini kurang atau tidak berhasil. Pertama, strategi pembangunan pendidikan selama ini lebih bersifat input oriented. Strategi yang demikian lebih bersandar kepada asumsi bahwa bilamana semua input pendidikan telah dipenuhi, seperti penyediaan buku-buku (materi ajar) dan alat belajar lainnya, penyediaan sarana pendidikan, pelatihan guru dan tenaga kependidikan lainnya, maka secara otomatis lembaga pendidikan ( sekolah) akan dapat menghasilkan output (keluaran) yang bermutu sebagai mana yang diharapkan. Ternyata strategi input-output tidak berfungsi sepenuhnya di lembaga pendidikan (sekolah), melainkan hanya terjadi dalam institusi ekonomi dan industri.
Kedua, pengelolaan pendidikan selama ini lebih bersifat macro-oriented, diatur oleh jajaran birokrasi di tingkat pusat. Akibatnya, banyak faktor yang diproyeksikan di tingkat makro (pusat) tidak terjadi atau tidak berjalan sebagaimana mestinya di tingkat mikro (sekolah). Atau dengan singkat dapat dikatakan bahwa komleksitasnya cakupan permasalahan pendidikan, seringkali tidak dapat terpikirkan secara utuh dan akurat oleh birokrasi pusat.
Hal tersebut memberikan pemahaman kepada kita bahwa pembangunan pendidikan bukan hanya terfokus pada penyediaan faktor input pendidikan tetapi juga harus lebih memperhatikan faktor proses pendidikan. Input  pendidikan merupakan hal yang mutlak harus ada dalam batas-batas tertentu tetapi tidak menjadi jaminan dapat secara otomatis meningkatkan mutu pendidikan. Disamping itu mengingat sekolah sebagai unit pelaksana pendidikan formal terdepan dengan berbagai keragaman potensi anak didik yang memerlukan layanan pendidikan yang beragam, kondisi lingkungan yang berbeda satu dengan lainnya, maka sekolah harus dinamis dan kreatif dalam melaksanakan perannya untuk mengupayakan peningkatan kualitas atau mutu pendidikan. Hal ini akan dapat dilaksanakan jika sekolah dengan berbagai keragamannya itu, diberikan kepercayaan untuk mengatur dan mengurus dirinya sendiri sesuai dengan kondisi lingkungan dan kebutuhan anak didiknya.
Gagalnya peningkatan mutu pendidikan di Indonesia selama ini bisa juga disebabkan adanya penyimpangan paradigma pendidikan. Pertama, pendidikan di Indonesia mementingkan hasil atau nilai dari pada proses. Sekolah yang bermutu menurut paradigma lama adalah sekolah yang dapat meluluskan dan menaikan siswa dengan nilai rata-rata hasil ulangan atau ujian yang tinggi, walaupun kemampuan siswa masih dibawah standar sehingga proses pembelajaran diarahkan pada pembahasan soal-soal ujian, pengerjaan LKS, yang isinya soal-soal ulangan sehingga kemampuan analisis siswa sangat lemah.
Kedua, mementingkan ijazah dari pada kompetensi. Di negara-negara maju, rekrutmen tenaga kerja tidak hanya dilihat dari IPK ijazah yang dimiliki, tetapi dilihat dari kompetensi dan kemampuan kerja yang lebih professional, produktif,berkualitas, sehingga produktifitasnya dapat dipertanggungjawabkan, sedangkan di negara kita masih banyak sekolah dan perguruan tinggi yang memberikan kemudahan untuk mendapatkan ijazah kepada siswa atau mahasiswanya dengan proses pembelajaran dengan kurun waktu yang disederhanakan. Ketiga, pembelajaran masih dibatasi oleh dinding kelas. Proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru banyak dilakukan di dalam kelas. Seolah-olah kelas merupakan penjara bagi siswa yang sangat menjenuhkan. Oleh karena itu, pembelajaran lebih bervariasi perbanyak di luar kelas. Keempat, pendidikan Indonesia terlalu akademis (mementingkan kecerdasan intelektual) kurang mementingkan Multiple Intelegensi (kecerdasan spiritual). Secara fitrah pada dasarnya manusia lahir memiliki potensi (akal, qalbu, nafsu) untuk dikembangkan menjadi “Khoirul Ummah” manusia yang terbaik, sukses disegala bidang kehidupan sesuai fitrah dan potensi yang dimilikinya. Dan kelima, terlalu mekanis tidak humanis. Siswa bukan mesin yang dapat dipaksakan untuk menerima dan mengerjakan sesuatu, memiliki kemampuan dan kompetensi yang terbatas, potensi yang berbeda dan beragam, perasaan dan motivasi sesuai dengan fitrah kemanusiaan.
2. Upaya Untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan di Indonesia
Adalah usaha-usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Upaya peningkatan mutu ini menjadi penting dalam rangka menjawab berbagai tantangan terutama globalisasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pergerakan tenaga ahli (ekspatriat) yang sangat masif. Maka persaingan antarbangsa pun berlangsung sengit dan intensif sehingga menuntut lembaga pendidikan untuk mampu melahirkan output pendidikan yang berkualitas, memiliki keahlian dan kompetensi profesional yang siap menghadapi kompetisi global.
Upaya meningkatan mutu pendidikan merupakan tantangan terbesar yang harus segera dilakukan oleh pemerintah (kemendiknas). Upaya-upaya yang sedang dilakukan pada saat ini adalah dengan melalui :
a. Sertifikasi
Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru. Sertifikat pendidik diberikan kepada guru yang telah memenuhi standar profesional guru. Guru profesional merupakan syarat mutlak untuk menciptakan sistem dan praktik pendidikan yang berkualitas. Sertifikat pendidik adalah sebuah sertifikat yang ditandatangani oleh perguruan tinggi penyelenggara sertifikasi sebagai bukti formal pengakuan profesionalitas guru yang diberikan kepada guru sebagai tenaga profesional. Dalam Undang-undang Guru dan Dosen disebut sertifikat pendidik. Pendidik yang dimaksud di sini adalah guru dan dosen. Proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru disebut sertifikasi guru dan untuk dosen disebut sertifikasi dosen.
Sertifikasi merupakan sarana atau instrumen untuk mencapai suatu tujuan. Perlu ada kesadaran dan pemahaman dari semua pihak bahwa sertifikasi adalah sarana untuk menuju kualitas. Kesadaran dan pemahaman ini akan melahirkan aktivitas yang benar, bahwa apapun yang dilakukan adalah untuk mencapai kualitas. Kalau seorang guru kembali masuk kampus untuk meningkatkan kualifikasinya, maka belajar kembali ini bertujuan untuk mendapatkan tambahan ilmu pengetahuan dan ketrampilan, sehingga mendapatkan ijazah S1. Ijazah S1 bukan tujuan yang harus dicapai dengan segala cara, termasuk cara yang tidak benar melainkan konsekuensi dari telah belajar dan telah mendapatkan tambahan ilmu dan ketrampilan baru.
Demikian pula kalau guru mengikuti sertifikasi, tujuan utama bukan untuk mendapatkan tunjangan profesi, melainkan untuk dapat menunjukkan bahwa yang bersangkutan telah memiliki kompetensi sebagaimana disyaratkan dalam standar kompetensi guru. Tunjangan profesi adalah konsekuensi logis yang menyertai adanya kemampuan yang dimaksud. Dengan menyadari hal ini maka guru tidak akan mencari jalan lain guna memperoleh sertifikat profesi kecuali mempersiapkan diri dengan belajar yang benar untuk menghadapi sertifikasi. Berdasarkan hal tersebut, maka sertifikasi akan membawa dampak positif, yaitu meningkatnya kualitas guru.
b. Akreditasi
Akreditasi sekolah kegiatan penilaian yang dilakukan oleh pemerintah dan/atau lembaga mandiri yang berwenang. untuk menentukan kelayakan program dan/atau satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non-formal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan, berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, sebagai bentuk akuntabilitas publik yang dilakukan dilakukan secara obyektif, adil, transparan, dan komprehensif dengan menggunakan instrumen dan kriteria yang mengacu kepada Standar Nasional Pendidikan. Alasan kebijakan akreditasi sekolah di Indonesia adalah bahwa setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan yang bermutu.
Untuk dapat menyelenggarakan pendidikan yang bermutu, maka setiap satuan atau program pendidikan harus memenuhi atau melampaui standar yang dilakukan melalui kegiatan akreditasi terhadap kelayakan setiap satuan atau program pendidikan. Fungsi akreditasi sekolah adalah (1) untuk pengetahuan, yakni dalam rangka mengetahui bagaimana kelayakan dan kinerja sekolah dilihat dari berbagai unsur yang terkait, mengacu kepada baku kualitas yang dikembangkan berdasarkan indikator-indikator amalan baik sekolah, (2) untuk akuntabilitas, yakni agar sekolah dapat mempertanggungjawabkan apakah layanan yang diberikan memenuhi harapan atau keinginan masyarakat, dan (3) untuk kepentingan pengembangan, yakni agar sekolah dapat melakukan peningkatan kualitas atau pengembangan berdasarkan masukan dari hasil akreditasi Prinsip-Prinsip Akreditasi Sekolah.
3. Standarisasi
Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Standar Nasional Pendidikan terdiri dari :
• Standar Kompetensi Lulusan
• Standar Isi
• Standar Proses
• Standar Pendidikan dan Tenaga Kependidikan
• Standar Sarana dan Prasarana
• Standar Pengelolaan
• Standar Pembiayaan Pendidikan
• Standar Penilaian Pendidikan
Fungsi dan Tujuan Standarisasi adalah (1) Standar Nasional Pendidikan berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu, (2) Standar Nasional Pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat, (3) Standar Nasional Pendidikan disempurnakan secara terencana, terarah, dan berkelanjutan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar